Blog penelisikan, verifikasi dan mempublikasikan yang ada di Bekasi

  • This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 17 Februari 2021

ASAL USUL SUNGAI CIKARANG

 

Sungai Cikarang adalah sungai alami yang entah kapan terbentuknya, yang pasti sudah ribuan bahkan mungkin puluhan ribu tahun lalu, hal ini diketahui dari bentuknya yang berkelok-kelok, hulunya di pegunungan dan material yang terdapat di sungai yaitu berupa pasir, kerikil bulat dan di beberapa tempat terdapat batuan sedimen jenis konglomerat. Batu konglomerat kelompok batuan sedimen terproses secara klastik yang terakumulasi dari fragmen-fragmen yang berukuran cukup besar dan dibutuhkan air yang cukup deras untuk mengangkut partikel fragmen tersebut dan biasa berada pada sungai atau pantai. Selain material alami berupa pasir, kerikil dan batuan konglomerat yang biasa menghasilkan aliran air jernih, juga yang sangat disayangkan pada sungai ini banyak terdapat sampah limbah padat rumah tangga dan material pepohonan. Hanya ada di sedikit areal yang masih terpelihara kebersihannya, yaitu yang dilakukan oleh Komunitas Save Kali Cikarang “HUTAN BAMBU” yang dikomandoi bang Eko Djatmiko. Sebuah komunitas yang menjaga keutuhan dan kebersihan Kali Cikarang dengan memfasilitasi tempat refreshing alami yang terpelihara yang baru berjalan dua minggu lalu, yang kini mulai ramai dikunjungi.
 
Dulu, sungai ini menjadi salah satu arus transportasi air yang sangat penting hulu hilir dan bermuara di Kp. Batujaya, desa Lenggahjaya Kecamatan Cabang Bungin. Terhubung juga ke Kali Bekasi dan Sungai Citarum. Keramaian transportasi ini menjadi peluang untuk dibukanya pasar. Dan pada tahun 1854 didirikannya “Bazzar Tjikarang” yang kini disebut Pasar Lama Cikarang (Staadsblad No. 1 tahun 1854). Menambah ramai perekonomian di Bekasi yang sebelumnya pada tahun 1746 telah berdiri Pasar Bekassi, dan di Muaragembong pada tahun 1817 telah berdiri Pelabuhan Transit (Staadsblad No. 41 tahun 1817) menyediakan transportasi air menggunakan Stoomhboot trayek Muaragembong Cikao, Purwakarta. Selain transportasi air, pada tahun 1888 transportasi Kereta Api (Spoorwegen, Bekasi, Tambun, Cikarang, Lemahabang, Kedung Gede) juga sudah tersedia, Cikarang semakin menjadi gula bagi para pencari nafkah di Tanah Bekasi ini. Dan pada tahun 1910, dibentuknya Distrik Cikarang, pemekaran dari Distrik Bekasi.
 
Sungai Cikarang ini membentang sepanjang ± 80 km dari hulu di Gunung Karang Cibodas kecamatan Jonggol kabupaten Bogor, dan bermuara kini di Sungai Ciherang Kp. Penombo desa Pantai Harapan Jaya kecamatan Muaragembong kabupaten Bekasi, dengan lebar sungai berpariasi antara 10 – 30 m. Sumber air sungai Cikarang ini dari Gunung Karang dan dari beberapa sungai kecil di Selatan seperti Sungai Cibodas, Cipandan, Cipatujah, Cipicung, Cigelam dan Cibarengkok. Sungai yang tergolong kecil namun panjang ini melewati beberapa kecamatan dan mengalami perubahan aliran yang signifikan dari waktu ke waktu.
 
Secara fungsi, dulu, Sungai Cikarang selain sebagai sarana transportasi air, saluran pembuangan di wilayah hulu, juga sebagai penyumplai air untuk minum, mandi, mencuci dan pengairan pertanian padi di wilayah tengah dan Utara. Namun kini fungsinya telah berkurang, hanya sebagai penyuplai air pertanian di wilayah utara yang pada musim kemarau warnanya hitam dan bau yang sering dikeluhkan warga kecamatan Karang Bahagia, Sukatani dan Sukakarya.
 
Di desa Sukadanau kecamatan Cikarang Barat sungai Cikarang ini terpotong oleh Kali Malang yang dibangun tahun 1960an. Air dari Sungai Cikarang mengalir ke Kali Malang dan di dekat itu juga dibuatnya bendungan (Bodeman, Prisdo, Regulator) dan melalui Bodeman / Prisdo / Regulator yang berfungsi sebagai pengatur Debiet air yang dikeluarkan ke Utara (Sungai Cikarang) dan ke Barat (Kali Malang).
 
Mengacu pada peta tahun 1853 dan ekspedisi yang dilakukan yang ditemani Bapak Kuin (72 th) dan bpk Eman (70 th) Di (kini) Kp. Sukamantri kecamatan Karang Bahagia, Sungai Cikarang terpecah dua, yang satu mengalir agak ke Barat melewati Kp Jagawana dan Kp. Pulo terus sampai ke Kp. Gombang, dan aliran yang ke Timur melewati Kp. Sukamantri ke Ujung Kp. Kandang terus ke Kp. Plaukan terus ke Utara sampai Kp. Pulo Sirih dan belok ke kiri terus ke Kp. Kumejing. Di Kp. Kumejing, Sungai Cikarang terpecah lagi, ada yang mengalir ke Kp. Pamahan terus ke Barat ke Kp, Gombang dan bermuara atau menyatu dengan Kali Bekasi, dan aliran yang utamanya mengalir terus ke Utara ke Kp. Kuda – Kuda terus ke utara sampai muaranya dan bersatu dengan Sungai Citarum di Kp. Batujaya, yang waktu itu Sungai Ciherang belum dibuat. 
 
Sekitar tahun 1870an, baru dibuat saluran baru Sungai Cikarang, digali secara manual tenaga orang dari (kini sebelah Barat Losmen Guntari) terus ke sebelah Barat Pasar Bancong terus ke Utara sampai Kp. Kumejing terus ke Kp. Tenjo Laut. 
 
Pada tahun 1930an, dari Kp. Tenjo Laut tepatnya Kp. Galian Bunut, Sungai Cikarang dibelokan ke Barat ke Kp. Pulo Bambu terus ke Kp. Rawa Keladi terus ke Kp. Kedung Ringin (bagian Timur), dari Kp. Kedung Ringin Sungai Cikarang dibelokan ke Utara ke Kp. Bale Kambang, dari Kp. Bale Kambang Sungai Cikarang dibuang ke Rawa Deres terus ke Sungai Ciherang. Dan Sekitar tahun 1950an, dari Kp. Bale Kambang yang belum dilanjutkan penggaliannya, maka tahun 1950an dilanjutkan pembangunannya oleh Pemerintah RI sampai ke Sunge Penombo yang bermuara dan menyatu ke Sungai Ciherang. Dan sungai Cikarang yang mengalir ke Utara dari Kp. Tenjo Laut ke Kp. Kuda-kuda terus ke Kp. Cangkring terus ke Kp. Garon dan bermuara di Kp. Batujaya menjadi mati karena terpotong oleh sungai Ciherang yang dibangun sekitar tahun 1925an dan saluran irigasi yang dibangun tahun 1980an.
 
Pada tahun 1980an, Sungai Cikarang di kini wilayah desa Kalijaya kecamatan Cikarang Barat dibuat kanal / sodetan yang lebih dikenal dengan CBL (Cikarang Bekasi Laut) yang memotong Kali Bekasi di Kp. Baru Babakan desa Muara Bakti, selanjutnya CBL ini bermuara di Kp. Pondok Dua dan Kali Bekasi yang terpotong menjadi mati.
 
Secara toponimi (penamaan tempat) untuk nama Sungai Cikarang tidak ada yang tahu sejak kapan sungai itu dinamai Cikarang dan siapa yang menamai, namun dapat dipahami dari sumber air sungai tersebut dari Gunung Karang itulah yang dalam bahasa Sunda “Cai = Air, Sungai dan Karang adalah dari Gunung Karang.” Cai Gunung Karang disingkat Cai Karang menjadi Cikarang. Dalam beberapa literasi, periode masa kolonial tertulis Tjicarang, Kali Tjikarang, Tjikarrang, Tjicarrang dan Tjikarang.
Mengacu pada peta buatan tahun 1882, K. Tjikarang (Kali Cikarang) sudah tertulis di wilayah pegunungan di kaki Gunung Karang di Bogor.
 

 

 

 

Share:

ASAL USUL KAMPUNG PONDOK DUA

Kampung Pondok Dua adalah kampung yang kini berada di wilayah administrasi pemerintahan desa Pantai Harapan Jaya kecamatan Muaragembong dan desa Hurip Jaya kecamatan Babelan kabupaten Bekasi. Kampung yang bagian Baratnya berbatasan dengan pantai Laut Jawa. Kampung tersebut diantara dua wilayah administrasi pemerintahan dipisahkan oleh Kali Bekasi yang masyarakat setempat menyebutnya Kali Pondok Dua.

Telisik Kp. Pondok Dua telah dilakukan sejak 2017 dan 2019 ditemani oleh Pak Mardanih
seorang tokoh masyarakat yang cara berpikirnya konstruktif, dan kali ketiga ini, pada Kamis, 22 Oktober 2020 ditemani oleh bang Aryanto, seorang Tokoh Pemuda penyabar yang faham dunia metafisik. Dengan mengunjungi dan mewawancarai pak Daud (Amil), seorang tokoh masyarakat tertua di kampung tersebut yang lahir tahun 1924 di Kp. Pondok Tengah. Dari beliaulah asal usul Kampung Pondok Dua ini semakin terkuak.
 
Informasi dari pak Daud, bahwa penduduk Kp. Pondok Dua itu dulunya ada Dua Rumah/Pondok, satu rumah di sebelah Utara (desa Pantai Harapan Jaya) dan satu Rumah lagi di seberangnya, sebelah Selatan (desa Hurip Jaya) di belahan Timur dari Kampung yang sekarang. Sehubungan dengan usaha nelayan itu di laut, maka penduduk memilih makin mendekatkan ke tempat usaha, jadi makin ke Barat.
 
Dari peta tahun 1724, dibaca bahwa di tahun itu wilayah yang kini jadi pemukiman kampung Pondok Dua geografisnya masih laut. Kali Bekasi bermuara di kini Kp. Muara desa Muara Bakti kecamatan Babelan.

Bataviasche Courant edisi 19 Mei 1824, dalam salah satu pemberitaannya, bahwa di Tanah Berawa dinamai Moeara Bacassie atau Pondok Doea akan dijual dengan mendapat persetujuan Majlis Kehakiman di Batavia. 
Di tahun ini, Kp. Pondok Dua sudah terbentuk (berdiri), begitu juga terhadap Sunge Buaya dan Kp. Tanjung Aer.
 
Di wilayah ini, khususnya tempat tertua, banyak ditemukan pecahan alat rumah tangga jenis piring, mangkok, sendok, cawan berbahan keramik buatan China dari beberapa motif, ditemukan tembikar, kulit kerang dan pernah juga ditemukan sekeping uang koin Belanda bertahun 1826. Ditemukan juga banyak Batu Apung, ini pertanda Kp. Pondok Dua tidak luput dari musibah Tsunami dampak letusan Anak Gunung Krakatau tahun 1883.
 
Dari peta tahun 1853, Kp. Pondok Dua jelas tertulis. Terbentuknya daratan ini dari sedimentasi lumpur banjir musiman Kali Bekasi. Hal ini diketahui dari jenis, kontur dan tekstur tanah yang disebut tanah Aluvial. 
 
Budaya di Kp. Pondok Dua ini mirip dengan budaya di Jakarta Utara, baik bahasa maupun adat istiadat lainnya. Masyarakatnya masih homogen dengan ke-Islaman yang kental. Lenong, Gambang Kromong, Ketimpring adalah music yang paling disukai. Ini berarti, sebaran masyarakat setempat berasal dari Kp. Pondok Tengah. Dan penduduk Kp. Pondok Tengah berasal dari para migran Batavia sekitar awal abad 19. Hal ini mengacu pada peristiwa di awal abad 19, dimana Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Herman Willem Daendels (1808-1811) yang membuat jalan pos (Groot Postweg) dari Anyer (Banten) – Panarukan (Jawa Timur) melewati Batavia dengan memperkerjakan masyarakat secara paksa (Rodi), peristiwa ini yang dapat memicu pindahnya masyarakat dari wilayah ramai ke hutan dengan membuka pemukiman baru.
 
Pada sisi lain, di Kp. Pondok Dua ini terdapat nama Sungai Tuseng. Sungai buatan yang menghubungkan Kali Bekasi ke Kp. Sembilangan di Selatannya. Tuseng adalah Tokoh masyarakat yang membuat Sungai, hingga dinamai Sunge Tuseng, diyakini oleh masyarakat setempat bahwa Tuseng itu migran asal Bugis, Sulawesi Selatan. Sunge Tuseng, kini telah mati terpotong Kali CBL (Cikarang Bekasi Laut).
 
Di Kampung ini terdapat bangunan eks Masjid yang dikeramatkan, tempat itu dulunya oleh Syekh Mansyur (penyebar Islam dari Pasar Pagi, Batavia) dibangun sebuah Masjid, kemudian hancur diterjang tsunami tahun 1883, kini yang tersisa tinggal Papan berukir pada Podium mimbar Khotib. Sisa bangunan masjid berupa kayu balok, pada sekitar tahun 1930an dipergunakan sebagai bagian dari material Masjid baru yang dibangun dan dinamai Masjid Nurul Yaqin (posisi di sekitar MI Al Khoiriyah). Lama kelamaan penduduk banyak menempati tanah ke arah Barat, maka Masjidpun dipindah ke sebelah Barat, posisi yang sekarang, di tengah Kp. Pondok Dua desa Pantai Harapan Jaya.
 
Dari berbagai sumber sejarah, maka toponimi Kp. Pondok Dua ini berasal dari sebutan orang dari kampung sebelahnya untuk menandai, mencirikan suatu tempat. Di situ, di tepi Kali Bekasi awalnya ada dua buah rumah panggung sederhana milik orang Bugis. Satu rumah berdiri di belahan Utara Kali Bekasi (kini bangunan MI Al Khoiriyah) dan satunya lagi di belahan Selatan (kini tanah tambak/empang) sebelah Timur Keramat Mesigit (Syekh Mansyur). 
 
Dua buah Pondok (rumah) yang berseberangan di tepi Kali Bekasi itulah akhirnya orang menyebutnya KAMPUNG PONDOK DUA.
 
                                                         Peta tahun 1853. Sumber : Leiden      
 
                                                            Pak Daud (Lahir Bekasi 1924)
                                                                
                                           Podium untuk Khotib peninggalan Syekh Mansyur
                                        
                                                   
Share:

ASA USUL KAMPUNG PENOMBO

 

Kampung Penombo adalah kampung yang berada di wilayah desa Pantai Harapan Jaya kecamatan Muaragembong kabupaten Bekasi. Kampung terluas dan terbanyak penduduknya diantara kampung-kampung yang ada di wilayah desa Pantai Harapan Jaya
 
Kampung Penombo diambil dari nama Sunge Penombo dan mulai dihuni sekitar tahun 1930an di tepi Sunge Penombo. Sunge Penombo adalah sungai alam yang pendek sekitar 1 km membujur Utara Selatan dan bermuara di Sunge Labuh (kini Sungai Ciherang). Sunge Penombo persisnya kini di wilayah Rt 002 RW 008, depan Kantor desa Pantai Harapan Jaya.
 
Sekitar tahun 1950an ujung Kali Cikarang yang penggaliannya baru sampai di (kini Rt 001 RW 004 / Bodeman Bejat) kemudian dilanjutkan secara manual dihubungkan ke Sunge Penombo yang telah lama ada. Barulah para migran berdatangan untuk membuka hutan dan mendiami tempat di tepi galian buatan baru tersebut dan menamai kampung Penombo mengikuti nama kampung yang telah ada terlebih dahulu di sebelah Utara. 
 
Para migran ini berasal dari berbagai kampung, diantaranya Kp. Ceger- Sukatani, Pulo Bambu – Sukakarya, Pulo Nangka – Cabang Bungin, Pulo Murub – Tambelang, Bekasi, Muara – Babelan dan lain-lain. Dan pada tahun 1984an barulah sambungan Kali Cikarang (Kali Penombo) dikerjakan (normalisasi) menggunakan alat berat.
 
Toponimi (penamaan) Penombo sejauh penelusuran saya ada dua persi yang cukup kuat.
1. Penombo asal katanya TOMBO (Jawa : obat), PENOMBO adalah pengobat. Dulu di situ ada seorang yang bisa mengobati macam-macam penyakit, bukan Cuma penyakit urusan medis termasuk juga penyakit non medis, seperti yang diceritakan ibu saya (Romanih binti Sati bin Jirun) beberapa tahun lalu.
 
2. Penombo asal katanya PENUMBUH. Sebutan itu untuk menamai SUNGAI PENUMBUH, yang kemudian bermetamorfosis menjadi PENOMBO, sungai yang difungsikan sebagai pembuangan yang membuat tumbuhnya tanaman padi, jika tidak ada sungai tersebut, tanaman padi selalu terendam manakala hujan. 
 
Keterangan ini diperkuat dengan Peta tahun 1930-1938, yang di situ tertulis “S. Penoemboeh” (Sungai Penumbuh).
 
Kampung Penombo menjadi pusat pemerintahan desa Pantai Harapan Jaya kecamatan Muaragembong walaupun secara usia tergolong kampung muda, namun pertimbangannya posisinya yang strategis diantara kampung-kampung yang ada di wilayah desa tersebut.
 
Desa Pantai Harapan Jaya adalah hasil pemekaran desa Pantai Sederhana pada tahun 1981 berbarengan dengan pemekaran kecamatan Muaragembong yang hasil pemekaran kecamatan Cabang Bungin berdasarkan PP No. 53 tahun 1981 tanggal 24 Desember 1981. 
 
Pejabat Sementara (Pjs Kades) pertama desa Pantai Harapan Jaya tahun 1981 – 1984 dijabat oleh KUSNADI. Jabatan Kusnadi sebelumnya adalah Sekretaris desa Pantai Sederhana. Dan ketika Kusnadi mencalonkan diri sebagai Kepala Desa Pantai Harapan Jaya, Pejabat Sementara Kepala Desa dipegang oleh MAFIASENG HAWAR (Migran asal Bugis, Bone, Sulawesi Selatan) yang sudah lama tinggal di Kp. Pondok Dua dan salah satu tokoh masyarakat yang termasuk penggagas penamaan desa Pantai Harapan Jaya.
 
Waktu itu, (1981-1985) Kantor Kepala Desa Pantai Harapan Jaya berada di Kp. Pondok Dua, yang akses menuju kantor Kecamatan Muaragembongnya melaui tepi Laut Jawa. Karena akses daratnya masih terlalu sulit.
 
 

Share:

ASAL USUL KAMPUNG BAGEDOR

 

Kampung Bagedor adalah kampung yang berada di wilayah desa Jayasakti dan desa Pantai Harapan Jaya kecamatan Muaragembong kabupaten Bekasi. Kampung ini berada di dataran rendah dan berpenduduk sedikit. Mata pencarian utama adalah bertani padi. Bahasa yang dipergunakan adalah Betawi Bekasi. Dengan kondisi jalan yang baru ada pengerasan dari bahan batu kapur.
 
Kampung Bagedor, sebuah nama kampung yang cukup unik dan beberapa tahun menelusuri penamaan kampung ini. Dari masyarakat yang usianya terbilang tua, Bpk Banjir mengatakan, bahwa dinamai Kampung Bagedor karena waktu jaman “Gedoran” kampung itu dijadikan tempat persembunyian para penggedor. Usut punya usut ternyata peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1948. Dan informasi dari sumber lain menyebutkan, bahwa nama Bagedor itu berasal dari singkatan kata “Bagen Gua Dor”. Perkataan itu keluar dari seorang Danramil Cabang Bungin, sebagai sikap tegas (shok terafi) kepada pelaku kriminal. Setelah ditelusuri ternyata peristiwa itu sekitar tahun 1970an.
 
Jika dikomparasi dengan peta, ternyata pada peta tahun 1938, Bagedor sudah menjadi nama sungai (anak Sungai Cabang Dua) yang ke arah utara.
Maka, dua cerita rakyat di atas menjadi tidak singkron (anakronis) tahun penamaannya dengan data peta.
 
Di kampung Bagedor ini, tepatnya dipertigaan jalan arah Kp. Pengarengan dan Kp. Bulak Kalibaru, hampir setiap tahun masih melaksanakan kebudayaan Sedekah Bumi, dengan melaksanakan Pembacaan Do’a bersama untuk keselamatan dan keberkahan. Dan malam harinya diadakan pertunjukan Wayang Kulit Betawi (Ngeruwat / Ruwatan).
 
Kajian literasi terhadap penamaan Bagedor kaitan dengan budaya, diantaranya didapat dalam buku Soendaneesch-Hollandsch Woordenboek karya S. Coolsma. Dia mengartikan bahwa Bagedor adalah inti pada pohon pisang. Dan arti Bagedor dalam bahasa Sunda adalah Batang Pohon Pisang yang dijadikan tempat berdirinya Wayang Golek. Batang pohon pisang ini yang dalam bahasa Betawi disebut KEDEBONG.
 
Arti dari dua sumber tersebut ada kesesuaian dengan budaya pertunjukan Wayang Kulit yang biasa digelar di pertigaan jalan kampung tersebut. Bagedor / Kedebong adalah alat untuk berdirinya Wayang, baik itu Wayang Golek maupun Wayang Kulit. Dan Kedebong sebagai alat berdirinya Wayang itu sampai sekarang belum tergantikan.
 
Mulai dinamainya entah kapan, yang pasti pada tahun 1938 nama BAGEDOR itu sudah ada untuk penamaan sebuah sungai. Dan selanjutnya kampung di tepi sungai Bagedor itu dinamai KAMPUNG BAGEDOR.
 

 
Share:

Blogroll

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support